Tawakal

Tawakal adalah setengah dari agama, sedangkan setengah agama yang lainnya adalah kembali kepada Allah. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, "Hanya kepada Allah aku bertawwakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali." (Huud:88)


Kebutuhan Akan Sifat Tawakal

Kebutuhan seorang muslim yang ingin menempuh jalan Allah-akan sifat tawakal merupakan kebtuuhan yang sangat mendesak.

Tawakal sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita, menyangkut mencari rezeki, jodoh, kesehatan, keturunan yang baik dan sebagainya. Imam Abdullah bin Mubarak pernah mengatakan bahwa siapa saja yang memakan sesen saja dari harta yang haram maka ia bukanlah seorang yang bertawakal.

Orang yang selalu bertawakal akan memohon pertolongan kepada Allah, dan memohon kemuliaan hanya kepada Allah. Siapa saja yang memohon kemuliaan kepada Allah, maka ia tidak akan dihinakan selamanya. "Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah golongan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal." (Ali Imran: 160)


Fadhilah Tawakal Dalam Al-Qur'an

Allah memerintahkan Rasulullah untuk bersikap tawakal. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan, sepuluh ayat diantaranya membicarakan masalah tawakal. Salah satu diantaranya adalah, "Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepadaNya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (Huud:123)

Ayat diatas adalah sebagai bagian ayat-ayat yang pertama kali diturunkan, sehingga untuk menyampaikannya kepada umat Rasullulah SAW senantiasa bertawakal kepada Allah karena tantangan yang Beliau hadapi sangat berat, Beliau harus menghadapi orang-orang yang mendustakan nikmat Allah, bersikap sabar terhadap apa yang mereka katakan kepada Beliau, dan memisahkan diri (hijrah) dari mereka dengan cara yang baik.

Oleh karena itu, tawakal adalah salah satu sikap tauhid. Imam al-Ghazali pernah mengatakan tentang hal ini bahwa, segala sesuatu yang disebutkan dalam al-Qur'an mengenai "sikap tauhid" adalah peringatan akan kewajiban memutuskan perhatian kita terhadap hal-hal yang sesat, dan kewajiban agar bersikap tawakal kepada Allah Yang Esa dan Yang Menguasai Segala Sesuatu.

Allah memerintahkan kepada seluruh kaum mukminin untuk bertawakal. Allah sendiri menjadikan sifat ini sebagai salah satu sifat asasi bagi seorang mukmin sejati. Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami, Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (at-Taubah:51)

Tawakal juga adalah akhlak yang dimiliki seluruh Nabi, Rasul-Rasul mereka berkata kepada mereka, "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal." (Ibrahim:11)

Al-Qur'an Menjelaskan Keuntungan Sifat Tawakal

Pertama, al-Maidah:23, "Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman." Dalam ayat tersebut, Allah telah menjadikan keimanan sebagai satu syarat untuk mencapai sifat tawakal. Sesuatu yang bergantung pada sebuah syarat, maka ia akan hilang dengan hilangnya syarat tersebut. Oleh karena itu, jika tawakal telah hilang, maka keimanan seseorangpun dianggap telah hilang.

Kedua, ath-Talaq:2, "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." Allah menjadikan jalan keluar dari segala permasalahan orang yang bertawakal sebagai balasan pahala yang nyata. Allah juga menjadikan diriNya sebagai jaminan bagi orang yang bertawakal, dan Allah juga akan mencukupi diriNya sebagai jaminan bagi orang yang bertawakal, dan Allah juga akan mencukupi segala kebutuhannya.

Ketiga, ath-Talaq:3, "Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." Dalam ayat ini, Allah menjadikan diriNya sebagai jaminan pahala bagi orang yang bertawakal dan Allah akan mencukupi segala kebutuhannya.

Keempat, Ali Imran:159, "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya." Subhanallah! Adakah derajat yang lebih tinggi daripada derajat yang dicintai Allah?

Kelima, Az=Zumar:36, "Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya." Orang yang meminta kecukupan dari selainNya dan meninggalkan sifat tawakal dianggap sebagai pendusta ayat diatas. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali bahwa ayat diatas adalah sebuah pertanyaan yang menjelaskan kebenaran.


Fadhilah Tawakal Dalam Hadits

Dalam kitab Shahihain pada hadits tentang 70.000 umat Islam yang akan masuk ke dalam surga tanpa melewati proses hisab, dijelaskan bahwa orang-orang tersebut adalah, orang-orang yang tidak memakai mantra-mantra, tidak percaya pada ramalan, tidak melakukan pengobatan pada dukun, dan mereka hanya bertawakal kepada Tuhan mereka.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, maka Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung, ia pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut pebuh berisi."

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang ketika keluar dari rumahnya mengucapkan, Bismillahi tawakaltu alallah la hawla wala quwwata illah billahi aliyyil azhiim." (dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada kekuatan melainkan kekuatan dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).

Maka akan dikatakan kepada orang tersebut, "Engkau telah diberikan hidayah, dilindungi dan diberi kecukupan." Setan akan berkata kepada Setan yang lain, "Apa yang akan Engkau perbuat dengan seseorang yang telah diberikanhidayah, diberikan kecukupan dan dilindungi?" (HR Abu Daud dan Tirmidzi)


Hakikat Tawakal

Tawakal itu adalah amalan hati. Orang yang mengatakan bahwa dirinya telah bertawakal, belum tentu betul-betul bertawakal, karena masalah hati hanya Allah dan dirinya yang tahu.

Ada sebagian orang yang mengira bahwa tawakal seseorang tidak akan dianggap benar kecuali dengan meniadakan usaha. Hal ini bisa dianggap benar. Akan tetapi, meniadakannya hanya di dalam hati, bukan dalam perbuatan, Maka tawakal tidak akan sempurna kecuali dengan meniadakan usaha dalam hati, dan menggantungkan kepada apa yang telah diperbuat.

Seorang manusia dituntut untuk bekerja sekuat tenaga untuk kebutuhan hidupnya, keluarganya dan masyarakatnya. Namun, pada dasarnya, hatinya juga harus berserah diri pasrah dan ridha dengan segala ketentuan yang akan terjadi. Hatinya akan menjadi tenang dan tidak merasa bimbang ketika keinginannya tidak terwujud dan apa yang dibencinya justru terwujud. Karena sikap menyandarkan diri, pasrah dan hanya bergantung kepadaNya-melindungi dari rasa khawatir dan pengharapan terhadap apa yang telah diusahakannya.

Keadaannya ketika itu persis seperti keadaan orang yang dapat lari dari musuhnya yang sangat kuat, sementara ia tidak sanggup menghadapinya. Kemudian ia melihat sebuah banteng yang terbuka lebar, dan Tuhannya memasukkan dirinya ke dalam benteng tersebut dan menutupnya. Dan bisa melihat musuhnya di luar benteng, hatinya memang berdebar-debar penuh ketakutan, tetapi semua itu tentu saja tidak ada artinya sama sekali.

Dalam hadits masyhur yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, "Telah datang seorang lelaki yang mengendarai unta kepada Rasulullah, ia berkata, "Wahal Rasulullah, apakah aku membiarkannya unta ini dan bertawakal kepada Allah? Atau melepaskannya dan bertawakal kepada Allahlah?" Rasulullah kemudian menjawab, "Tambatkanlah unta tersebut dan bertawakallah kepada Allah."


Para Nabi Adalah Orang Yang Berusaha dan Bekerja Keras

1. Nabi Nuh

Nabi Nuh a.s membuat perahu atas perintah Allah, "Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami." (Huud:37) Untuk dijadikan "alat penyelamat" baginya dan pengikutnya dari serangan angin topan yang diiringi hujan yang deras. Padahal bisa saja Allah menahan air agar tidak sampai kepadanya dan pengikutnya, atau mengangkat mereka ke tempat yang lebih tinggi, tidak perlu menggunakan perahu. Akan tetapi, Allah ingin mengajarkan kepada kita bahwa qudrah Allah akan sesuai dengan usaha yang dilakukan manusia.

2. Nabi Yusuf

Nabi Yusuf a.s ketika ia mengetahui akan terjadi kekeringan dan kelaparan, ia melakukan strategi dengan cara meningkatkan hasil produksi pertanian selama masa-masa subur selama tujuh tahun lamanya dan mengurangi tingkat konsumsi. Kemudian gandum-gandum hasil panen disimpan. "Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan." (Yusuf:48)

Yusuf telah melakukan tugas ini. Melalui tangannya Allah menyelamatkan negeri Mesir dan negara-negara yang ada disekitarnya. Hal ini disebabkan, karena strategi yang telah direncanakan.

3. Nabi Musa

Nabi Musa a.s ketika ia akan melakukan perjalanan bersama seorang muridnya untuk menemui Nabi Khidir a.s di pertemuan dua laut, ia menyebabkan perbekalan makanan, ia berkata kepada muridnya, "Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." (al-Kahfi:62)

4. Nabi Daud

Nabi Daud a.s tetap berusaha membuat baju besi dan baju perang yang dapat menjaga tubuhnya dari serangan musuh. Al-Qur'an tidak memandang usaha Nabi Daud ini sebagai sikap yang bertentangan dengan prinsip tawakal.

Allah juga memerintahkan kepada wanita suci, Maryam, untuk menggerakkan pangkal pohon kurma agar buah yang lebih matang bisa jatuh ke arahnya, hal itu dilakukan sebagai usaha untuk mendapatkan makanan.

Juga kisah ashhabut kahfi yang dipuji oleh Allah dan dikisahkan dalam kitabNya, Allah berfirman, "Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk." (al-Kahfi:13) dikisahkan bahwa ketika mereka masuk ke dalam gua (untuk menyelamatkan diri dari kejaran penguasa zalim) mereka membawa uang dari perak sebagai bekal mereka untuk membeli apa saja yang mereka inginkan. Seperti dikisahkan dalam al-Qur'an, "Maka suruhlah salah seorang diantara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu." (al-Kahfi:19) Usaha mereka ini sama sekali tidak menghilangkan tawakal mereka kepada Allah.

5. Nabi Muhammad

Rasulullah sendiri ketika berperang mengenakan pakaian besi, kepala beliau ditutupi oleh penutup kepala, Beliau meletakkan kerikil-kerikil di kaki bukit, membuat parit di sekitar kota, Beliau mengizinkan umat Islam untuk berhijrah ke negeri Habsayah dan ke Madinah, dan Beliau sendiripun ikut berhijrah. Selain itu beliau juga tetap makan dan minum dan berusaha mencari makanan bagi keluarga Beliau. Beliau tidak pernah menunggu rezeki turun dari langit, padahal Beliau adalah manusia yang paling berhak menerima perlakuan seperti itu. Beliau pun berkata kepada orang yang bertanya kepadanya dengan pertanyaan, "Apakah aku harus mengikat untaku atau membiarkannya begitu saja?" Beliau menjawab, "Ikatlah unta itu dan bertawakallah kepada Allah." Ia mengajarkan bahwa usaha itu tidaklah mencegah seseorang dari sikap tawakal.


Penyebab Salah Memahami Arti Tawakal

Ibnu al-Jauzi pernah mengatakan bahwa, sedikitnya ilmu pengetahuan menyebabkan terjadinya kerancuan sikap. Jika saja orang-orang mengetahui inti dari sifat tawakal maka mereka akan mengetahui bahwa antara tawakal dengan usaha tidak ada pertentangan sama sekali. Karena tawakal itu adalah menyandarkan hati hanya kepada Yang diwakilkannya semata. Sikap ini sama sekali tidak menyalahi suatu usaha yang dilakukan oleh anggota tubuh, atau pun sikap menabung harta. "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (merekayang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (an-Nisa: 5)


Para Ulama Zuhud Adalah Orang Yang Berusaha Dan Tawakal

Di bawah ini para ulama zuhud mengungkapkan pengalamannya bahwa kita sebagai muslim jangan lepas dari berusaha dan tawakal sebagai berikut:

- Dari Dzunun al-Mishri, ia berkata, "Saya melakukan perjalanan selama bertahun-tahun lamanya, tidak ada sikap tawakal yang saya anggap benar kecuali pada satu kesempatan. Yaitu ketika aku menaiki kapal, lalu kapal itu pecah. Kemudian aku bergantung pada dahan kayu kapal. Aku berkata kepada diriku sendiri, ("Jika Allah telah memutuskan engkau untuk tenggelam, maka niscaya kayu ini tidak akan mendatangkan manfaat bagimu.") Lalu aku pun membuang kayu itu, dan berenang di atas air hingga akhirnya aku sampai ke tepi laut."

- Imam Sy=ufyan ats-Tsauri pernah berkata, "Orang yang berilmu jika ia tidak memiliki usaha maka ia akan menjadi pelindung kezaliman. Seorang ahli ibadah jika tidak memiliki usaha maka ia akan memakan agamanya. Orang yang bodoh jika ia tidak memiliki usaha maka ia akan menjadi pelindung bagi orang-orang yang fasik."

- Ketika Sa'ad bin Ar-Rabi' al-Anshari hendak memberikan harta, rumah, dan keluarganya kepada Abdurrahman bin Auf, Abdurrahman berkata kepadanya, "Semoga Allah memberkatimu atas harta, keluarga dan rumahmu. Sesungguhnya aku adalah seorang pedagang. Tunjukkanlah kepadaku pasar!"

Dibawah ini beberapa perkataan para ulama terdahulu yang mengungkapkan betapa pentingnya bekerja di jalan Allah sebagai berikut:

Tidak mau bekerja adalah sikap Iblis

Dari Abu Utsman, ia  berkata, "Suatu ketika Nabi Isa a.s melakukan salat di atas pegunungan. Lalu Iblis mendatanginya dan berkata, "Bukankah engkau yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi karena qadha dan qadarnya? I amenjawab, "Ya" Iblis berkata "Lemparkanlah dirimu dari atas gunung dan katakanlah, Allah telah mentakdirkan hal ini kepadaku." Isa berkata, "Wahai makhluk laknat, Allah 9lah) yang memberikan cobaan kepada para hambaNya , bukan hamba-hambaNya yang menguji Allah."

Ibnu al-Jauzi berkata, "Maksud dari apa yang telah kami sebutkan diatas mengenai kerancuan yang dihembuskan oleh Iblis kepada manusia untuk meninggalkan sebab (usaha), Iblis telah menghembuskan kerancuan kepada banyak manusia dan menyatakan bahwa sesungguhnya sikap tawakal itu tidak mengakui adanya usaha."

Tidak mau bekerja adalah ahli bi'dah dan memiliki sikap buruk

Imam Ahmad bin Hanbal pernah diminta tanggapannya pada suatu kaum yang tidak bekerja, tetapi mengatakan, "Kami adalah orang-orang yang bertawakal." Ia berkata, "Mereka adalah orang-orang ahli bi'dah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki sikap buruk yang menginginkan dunia ini berhenti berputar."

Tidak mau bekerja adalah orang yang bodoh

Abdullah bin Ahmad bertanya kepada ayahku (Imam Ahmad), dari suatu kaum yang mengatakan, "Kami bertawakal kepada Allah dan kami tidak berusaha." Ia berkata, "Hendaknya setiap orang bertawakal kepada Allah. Akan tetapi, mereka tidak berusaha." Perkataan ini adalah perkataan orang yang bodoh.

Tidak mau bekerja adalah perbuatan hina

Dari Muhammad bin Ashim, ia berkata, "Telah sampai berita kepadaku bahwa Umar bin Khatthab jika ia melihat anak muda yang membuatnya kagum, maka ia akan menanyakan perihal anak itu, apakah anak itu memiliki pekerjaan? Jika dikatakan, "Tidak" maka ia akan berkata, "Telah jatuh derajat anak itu di mataku."

Tidak mau bekerja adalah pekerjaan para peminta-minta

Said bin Musayyab pernah berkata, "Siapa saja yang hanya berdiam diri di mesjid, tidak bekerja dan hanya menerima siapa yang memberikan sesuatu kepadanya, maka sesungguhnya orang itu telah menjadi peminta-minta."

Tidak mau bekerja, maka nilai kemanusiannya telah rusak

Imam Ar-Raghib al-Ishfahani pernah berkata, "Siapa saja yang tidak mau berusaha dan bekerja maka ia nilai kemanusiaannya telah rusak, bahkan nilai kebinatangannya, dan menjadi orang yang telah mati."


Buah Tawakal Kepada Allah

1. Timbulnya ketenangan dan ketentraman

Orang yang bertawakal akan merasakan ketenangan dan ketentraman memenuhi sudut-sudut jiwanya. Orang yang bertawakal tidak akan merasakan kecuali rasa aman di saat orang lain merasa takut, tenang di saat orang lain merasa bimbang, yakin di saat orang lain merasa ragu, keteguhan hati di saat orang lain merasa goyah, penuh harapan di saat orang lain berputus asa, dan ia akan merasa ridha ketika orang lain marah.

Keadaan orang yang bertawakal bagaikan seorang prajurit tentara yang berlindung di balik benteng yang kokoh. Di mana di dalam benteng tersebut terdapat tempat tidur dan makanan, serta segala keperluan dan persenjataannya, ia dapat melihat musuh dari benteng tersebut, sedangkan musuh tidak dapat melihatnya, mereka dapat menyerang sedangkan musuh tidak dapat menyerangnya. Ia tidak menghiraukan apa yang tengah terjadi di luar, baik yang berupa hiruk-pikuknya suara, ataupun dentingannya senjata.

2. Kekuatan

Kekuatan akan dirasakan oleh orang yang bertawakal kepada Allah. Kekuatan itu adalah kekuatan jiwa dan batin, kekuatan materi apapun di hadapan kekuatan tersebut dianggap kecil, seperti kekuatan persenjataan, kekuatan harta, kekuatan orang banyak.

Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Siapa saja yang ingin menjadi manusia yang paling mulia, maka bertakwalah kepada Allah. Siapa saja yang ingin menjadi manusia yang paling kuat, maka bertawakallah kepada Allah. Dan siapa saja yang ingin menjadi manusia yang paling kaya, maka hendaklah ia berpegang teguh terhadap kekuatan Allah daripada kekuatannya sendiri."

3. Bertambahnya keimanan

Orang-orang yang bertawakal akan bertambah keimanannya karena hatinya telah dipasrahkan sepenuhnya kepada Dia yang menciptakan segala sesuatu. "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Ali Imran: 173)

4. Harga Diri

Orang-orang yang bertawakal adalah orang-orang yang memiliki harga diri. Mereka seolah disejajarkan dengan raja-raja dunia. Tidak pernah sedikitpun mereka menjadi pengemis, karena hal itu jika dilakukan justru akan meruntuhkan harga dirinya. Sebagian orang-orang saleh berdoa mengenai para pemimpin pada zamannya, "Ya, Allah, jadikanlah kami tidak butuh pada mereka, dan jangan Engkau jadikan kami kaya lantaran mereka!"

Sesungguhnya harga diri itu tidak dapat dicari dari pintu para penguasa, akan tetapi ia hanya dapat diharapkan dari satu sumber, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur'an, "Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah kemuliaan itu semuanya." (Faathir: 10)

Imam Abu Abbas al-Mursi pernah berkata, "Demi Allah, aku tidak melihat adanya harga diri kecuali pada orang yang tidak bergantung pada makhluk."

Menurut Ibnu Athailah bahwa, sikap tidak bersandar kepada makhluk adalah sifat kaum sufi dan orang-orang yang berilmu. Ia timbul dari keyakinan sejati kepada Allah. "Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang munafik itu tiada mengetahui." (al-Munafiqun: 8)

5. Sikap Ridha

Imam Basyar al-Hafi pernah berkata, "Bahwa sebagian orang sering berkata, "Aku bertawakal kepada Allah", padahal mereka itu mendustakan Allah. Jika ia bertawakal kepada Allah, tentunya ia akan ridha terhadap apa yang diperbuat Allah."

Imam Ibnu Qayyim berkata, "Sesungguhnya ridha adalah buah dari sikap tawakal. Siapa saja yang menafsirkan tawakal sebagai sikap ridha, maka ia telah menafsirkannya dengan buah yang paling baik dan yang paling bermanfaat dari sikap tawakal tersebut. Jika seseorang benar-benar bertawakal, maka ia akan ridha terhadap apa yang dilakukan oleh pelindungnya."

6. Timbulnya Harapan

Orang yang bertawakal kepada Allah tidak akan pernah terbersit dalam hatinya rasa hilang harapan dan putus asa. Al-Qur'an telah mengajarkan kepada kita bahwa putus asa adalah bagian dari kesesatan dan berputus asa adalah pengikut kekufuran. Allah berfirman melalui lisan Ibrahim, "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat." (al-Hijr: 56)

Ibrahim mengatakan hal itu ketika Beliau sudah berusia lanjut.

Allah juga berfirman melalui lisan Nabi Yaqub a.s, "Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf: 87)

Comments

Popular posts from this blog

Website Transparan Consulting

5 World Class Mindsets

APA YANG DIMAKSUD BUSINESS PLAN vs BUSINESS ACTUAL, PRE-EMPTIVE DAN DISCREPANCY?