APA YANG DIMAKSUD BUSINESS PLAN vs BUSINESS ACTUAL, PRE-EMPTIVE DAN DISCREPANCY?

Indonesia menjadi sasaran negara-negara dunia untuk menjadi perputaran ekonomi dunia. Dan Indonesia memiliki kekayaan alam yang tidak terbatas walaupun tidak dibarengi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Walaupun di Indonesia banyak bertebaran sarjana-sarjana tetapi batas kemampuan mereka hanya sebatas menjadi pegawai, bukan pelaku usaha. Untuk mereka yang sudah terbiasa menjadi pelaku usaha, Indonesia menjadi potensi untuk menciptakan kekayaan yang berlimpah.

Adapun data pelaku usaha pada tahun 2021 dari Kementerian Koperasi & UKM adalah sebagai berikut : 

  • Pelaku usaha mikro mencapai 64,2 juta unit dengan omset kurang dari Rp 2 miliar per tahun.

  • Pelaku usaha kecil mencapai 193.959 unit dengan omset antara Rp 2 miliar - Rp 15 miliar per tahun.

  • Pelaku usaha menengah mencapai 44.728 unit dengan omset antara Rp 15 miliar - Rp 50 miliar per tahun.

  • Pelaku usaha besar mencapai 5.550 unit dengan omset lebih dari Rp 50 miliar per tahun.

Dengan gambaran seperti diatas maka pelaku UMKM memiliki tantangan serius seperti kesulitan untuk naik kelas, kesulitan akses digitalisasi, kesulitan menembus pasar global, kesulitan mendapat layanan finansial.

Walaupun pelaku UMKM Indonesia dapat menyerap 97% tenaga kerja, menyumbang 57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan berkontribusi 15% untuk ekspor nasional.

Jika Indonesia ingin mendapat layanan finansial dari pihak manapun baik lokal maupun secara internasional, para pelaku UMKM harus membiasakan diri untuk membuat Perencanaan Bisnis (Business Plan) yang mudah dipahami dan akuntabel. Perencanaan Bisnis (Business Plan) cukup dibuat untuk 1(satu) tahun sekali sebagai Rekomendasi Bisnis (Business Recommendation). Dan untuk masuk tahap implementasi, maka Perencanaan Bisnis (Business Plan) perlu dipecah menjadi 6 bulanan dan 3 bulanan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengontrolan tahap implementasi. Mengapa pengontrolan tahap implementasi perlu dilakukan? Sebab dinamika pasar bahkan geo-politik suatu negara sangat rentan terjadi dan berdampak pada pengembangan bisnis. Berikut bentuk Perencanaan Bisnis (Business Plan).



Ketika pelaksanaan Perencanaan Bisnis (Business Plan) yang bersifat 3 bulanan dilakukan, maka dapat dipastikan terjadi ‘pre-emptive session’ yaitu dimana terjadi dinamika pasar baik dari konsumen, dari penentu kebijakan dari pemerintah setempat dan dari para pelaku usaha itu sendiri yang berdampak pada pelaksanaan bisnis. Dinamika pasar dari konsumen dapat terjadi jika ada kompetisi yang cukup ketat sehingga bisnis tidak menghasilkan konsumen yang memuaskan, harga produk yang tidak sesuai dengan kemampuan pasar maupun konsumen untuk menyerap produk, promosi yang kurang menarik, produk yang tidak sesuai dengan selera konsumen. Dinamika dari penentu kebijakan dari pemerintah setempat mungkin bisa terjadi jika suatu bisnis terpaksa tidak masuk dalam satu area tertentu karena sudah ada pelaku usaha yang sudah eksis lebih dulu dan mendapat respon pasar yang sangat baik karena manfaat yang diperoleh secara nyata, tingkat pajak yang tidak menentu, tidak ada dukungan dari pemerintah setempat berupa insentif yang dapat digunakan oleh para pelaku usaha, pemerintah setempat melarang beredarnya suatu produk yang disebabkan mengganggu kepercayaan/iman dari suatu agama atau jika produksi suatu produk menyebabkan demonstrasi dari para buruh pabrik. Dinamika dari pelaku usaha bisa berupa perencanaan bisnis yang tidak matang, terjadi korupsi internal secara masif dalam manajemen pelaku usaha, tingkat keluar-masuk karyawan yang tidak terkendali  Maka sudah dapat dipastikan hasil dari Business Actual akan memberikan hasil yang berbeda dari Perencanaan Bisnis (Business Plan). Dan tentunya investor tidak berminat untuk berinvestasi jika tingkat pre-emptive sangat tinggi dan tidak menghasilkan keuntungan bagi investor maupun pelaku usaha. Tingkat pre-emptive tidak dapat diminimalisir ataupun dicegah karena setiap bisnis dapat dipastikan melalui berbagai dinamika yang telah dijelaskan diatas. Disinilah penting sekali para pelaku usaha memiliki fokus dalam pengembangan bisnis. Sehingga pengembangan bisnis dapat memberikan manfaat kepada pelaku bisnis maupun investor. Antara pelaku bisnis dan investor sebaiknya membuat membuat Business Agreement sehingga terjadi kesepakatan yang dapat ditanggung oleh kedua belah pihak. Berikut bentuk Pre-Emptive yang dibuat secara 3 bulanan :


Selisih yang terjadi antara Business Plan dan Business Actual disebut sebagai Discrepancy. Angka perolehan Discrepancy ini harus dijaga tidak lebih -5% jika kondisi pasar tidak kondusif dengan adanya berbagai dinamika seperti kerusuhan/demonstrasi masyarakat, perubahan kebijakan dari pemerintah setempat ataupun adanya bencana alam. Laporan discrepancy ini sebaiknya dilakukan setiap bulan agar dapat diantisipasi keadaan maupun situasi yang dapat menimbulkan kerugian bisnis tanpa terkendali. Jika Discrepancy bisa mencapai antara 15%-20% artinya bisnis memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha dan investor. Maksimum pemberian keuntungan adalah 20% dari keuntungan yang diperoleh untuk para investor.  Adapun bentuk laporan Discrepancy sebagai berikut : 



Apa gunanya membuat laporan Discrepancy? Untuk dalam masa tahun bisnis yang berlaku, maka jika ada sisa anggaran, maka sisa anggaran dapat diakumulasikan pada kuartal berikutnya. Dan ini hanya berlaku untuk masa satu tahun pelaksanaan bisnis. Jika dalam masa satu tahun, masih ada sisa anggaran, maka perlu dikembalikan kepada pemilik modal atau investor, ini dilakukan untuk menjaga transparansi bisnis. Dan pada tahun berikutnya, dapat menggunakan anggaran baru yang diberikan investor maupun anggaran yang sudah dipersiapkan oleh pemilik usaha.

Hal ini yang sering tidak diperhatikan oleh para pelaku usaha, dengan mengambil asumsi bahwa segala hitungan sudah dilakukan di dalam otak. Padahal perencanaan bisnis itu sangat penting, apalagi kalau menggunakan uang investor. Sebaiknya Indonesia memperlakukan investor dengan sikap respek yang wajar untuk menarik investasi ke Indonesia. Tinggalkan kebiasaan lama dengan menghibur investor dengan ruang-ruang gelap ataupun terjadi transaksi tidak wajar yang melanggar secara moral maupun etika.

Apalagi yang sering terjadi, ada perencanaan bisnis (Business Plan) yang sangat meyakinkan, kemudian mendapat anggaran dari investor untuk kemudian digunakan untuk keamanan hidup secara sementara berupa membeli properti yang nilai miliaran ataupun kendaraan-kendaraan yang sangat eksklusif. Atau dana investor digunakan untuk kepentingan politik tertentu dengan tujuan pribadi. Tindakan seperti ini dapat dikategorikan melakukan tindakan korupsi yang masif. Ketika investor meminta pertanggungjawaban, maka pelaku usaha selalu menyalahkan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung usaha yang mereka lakukan. Orang Indonesia memang sangat pintar untuk melemparkan kesalahan pada pihak lain ketika diminta pertanggung jawaban.

Jika Indonesia ingin membuat menarik untuk para investor, maka Indonesia perlu membiasakan diri untuk membuat Perencanaan Bisnis (Business Plan) yang bersifat transparan dan akuntabel. Apalagi Indonesia memiliki populasi produktif yang mencapai 75% dari total populasi Indonesia yang hampir mencapai 280 juta jiwa. Berbeda dengan Eropa maupun Amerika Serikat yang memiliki populasi produktif hanya mencapai 25% dari total populasi Eropa maupun Amerika Serikat.

Dan untuk mempertahankan kemampuan dalam melakukan usaha, pelaku usaha sebaiknya tetap meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti berbagai pelatihan yang saat ini banyak diselenggarakan secara daring dari berbagai institusi lokal maupun internasional.






Comments

Popular posts from this blog

Website Transparan Consulting

5 World Class Mindsets